PAPUA, iNews.id - Tradisi ekstrem unik di beberapa suku di Indonesia telah ada sejak zaman dahulu. Karena itulah menghilangkan budaya yang turun menurun semacam ini dinilai sulit.
Sekalipun beberapa tradisi itu bertolak belakang dengan hukum positif di Indonesia. Namun, beberapa masyarakat di beberapa pulau di Indonesia masih melakukannya.
Antropolog Universitas Indonesia Raymond Michael Menot menegaskan, upaya memutus budaya maupun tradisi semacam ini telah ada jauh sebelum Soekarno-Hatta memproklamirkan kemerdekaan Indonesia di tahun 1945.
"Saya berkaca dari di Papua, masyarakat di sana banyak yang menentang upaya memutus tradisi ini," katanya, Senin (10/1/2021).
Dosen Fakultas Ilmu Sosial (Fisip) yang kini aktif di Papua Centre Fisip UI ini juga menegaskan sejak dahulu Belanda telah berupaya untuk mencoba menerapkan hukumnya tak lama setelah datang ke Papua. Namun, upaya itu tak kunjung berhasil hingga akhirnya Belanda pergi dari Papua. Hal serupa terjadi di Pemerintahan Indonesia.
Di Papua sendiri, beberapa tradisi ekstrem masih terjadi mulai dari Iki Palek (potong jari), mumi, tifa darah, hingga membuat embis atau semacam noken. Dari beragam budaya itu, kata Raymond, jelas bertentangan dengan hukum positif yang diatur undang-undang.
"Dahulu pernah kejadian saat pembuatan embis yang dilakukan di hutan dan tak boleh ada wanita. Tapi suatu saat ada seorang wanita yang melihat, akhirnya wanita itu kemudian dibunuh karena dianggap melanggar adat," kata Raymond.
Belum lagi persoalan Iki Palek yang dilakukan masyarakat di Wamena Papua. Masyarakat di sana masih melakukan sebagai bentuk kehilangan yang mendalam karena ditinggalkan anggota keluarganya yang meninggal.
Beragam tradisi demikian, lanjut Raymond, tak bisa dikesampingkan karena budaya yang turun temurun. Upaya pemerintah untuk memutus pun selalu mengalami jalan buntu karena masyarakat yang masih menjunjung tinggi adat istiadat serta hukum adat itu sendiri.
Karena itu, Raymond berpendapat budaya itu akan hilang seiring dengan rasa sakit masyarakat itu sendiri. Bila mereka merugi, maka mereka tidak akan lagi melakukannya.
"Satu kasus terjadi saat seorang warga melakukan potong jari. Ternyata jari yang dipotong merupakan jari buat nulis, sudah dipastikan dia terganggu menulisnya. Besoknya dia tak mau melakukan itu lagi," kata Raymond.
Meskipun hanya sebagian kecil, namun cara-cara demikian merupakan salah satu satu cara demi memutus budaya ekstrem. Sekalipun tak sependapat menghilangkan budaya itu, namun Raymond mengaku tak setuju dengan adanya penyiksaan.
Edukasi Masyarakat
Dengan mendatangi satu persatu suku maupun kelompok di sana. Raymond melakukan edukasi terhadap tradisi demikian. Salah satunya, dia mencoba memutus agar tradisi demikian tidak lagi merugikan orang lain, apalagi harus membunuh.
"Kayak perang suku, membunuh, tumbal, atau apapun. Memang awalnya sulit, tapi lama kelamaan masyarakat mau menerimanya," jelas Raymond.
Meski demikian, dari pengalamannya mengatasi penyelesaian konflik adat demikian, Raymond melihat penyelesaian masalah tak jauh berbeda saat menerapkan hukum positif.
Salah satunya dengan mengedepankan musyawarah yang jelas tak jauh berbeda dengan sistem pengadilan di Indonesia.
"Tapi imbasnya jadi materi yang dikedepankan. Contohnya ketika ada anggota tertabrak hingga meninggal, maka penggantian bukan nyawa melainkan uang. Hanya saja terkadang nominalnya cukup besar," tutupnya.
Editor : Reza Fajri
Artikel Terkait