JAYAPURA, iNews.id - Seorang personel polisi, Iptu Anton Tonapa, menceritakan kisahnya saat selamat dari tembakan kelompok kriminal bersenjata (KKB) saat bertugas di Papua. Dia berjalan kaki satu kilometer untuk evakuasi timnya meski terkena luka tembak.
Iptu Anton merupakan Komandan Tim (Dantim) Bravo 9 Belukar yang tertembak ketika terjadi kontak senjata dengan KKB di Kota Ilaga, Kabupaten Puncak, Papua.
Sebelum peristiwa itu, dia menceritakan, ada 10 orang yang disiapkan sebagai tim evakuasi. Namun ada perubahan rencana satu hari sebelum eksekusi pada 26 April 2021.
Tim Bravo 9 Belukar yang semula merupakan tim evakuasi menjadi tim penindak. Hal ini bertujuan untuk menggantikan dua Tim Nanggala dan satu Tim Belukar yang telanjur diketahui KKB. Sebelumnya, ketiga tim tersebut merupakan tim penindak.
Anton Tonapa mengisahkan, ketika mereka melakukan observasi di Ilaga Kabupaten Puncak, Papua, terdengar tiga kali suara tembakan membidik Bharada I Komang Wira Natha (Bharatu Anumerta). Tembakan tersebut mengenai lengan, punggung, dan kaki korban.
Sebagai seorang komandan, Anton mengatakan bahwa dirinya merasa sangat terguncang atas tertembaknya seorang prajurit yang berasal dari timnya. Terlebih, Anton memiliki kedekatan erat dengan Bharatu Anumerta Komang.
Saat itu, ketika Komang masih meneriakkan rasa sakitnya, Anton merasa bahwa Komang masih bisa diselamatkan. Karena itu dia meminta agar timnya melakukan evakuasi dengan sigap dan penuh kehati-hatian di tengah hujan peluru yang berasal dari perbukitan.
Komang pun berhasil diamankan oleh rekan-rekan satu timnya, tetapi penyerangan masih terus berlanjut. Timah panas yang berasal dari KKB berhasil mengenai punggung Anton.
Dia mengatakan, tubuhnya terasa kram dan bahkan sempat mati rasa. Refleks, Anton merebahkan tubuhnya dan mengamankan diri di tempat Komang sempat berlindung.
Baku tembak yang terjadi mengakibatkan helikopter evakuasi tidak dapat melakukan pendaratan. Mobil dan kendaraan lainnya juga tidak dapat digunakan untuk mengevakuasi mereka akibat medan yang terlalu ekstrem.
Anton terpaksa diarahkan untuk evakuasi diri dengan berjalan kaki. Padahal, selain Komang dan Anton, terdapat Muhammad Syaifiddin yang terkena tembakan di bagian perut.
Kondisi tersebut mengakibatkan tim yang dipimpin Anton merasa terpukul. Terlebih ketika Komang mengembuskan napas terakhirnya sebelum mendapat perawatan di rumah sakit.
Suasana berkabung menyelimuti seluruh anggota tim pada saat itu yang sedang dalam situasi kontak senjata. Namun perasaan tersebut tidak menghentikan semangat perjuangan mereka.
"Saya, dalam keadaan luka dan berdarah, berjalan kaki sejauh satu kilometer," kata Anton.
Ketika telah mencapai medan dengan situasi yang lebih kondusif, helikopter yang berasal dari Polri akhirnya datang dan berhasil melakukan pendaratan.
Evakuasi lantas dilakukan untuk Anton dan Syaifiddin dengan membawa mereka guna dirawat di Rumah Sakit Timika. Begitu juga jenazah rekannya, Bharatu Anumerta Komang.
Meski tidak ada organ vital yang mengalami kerusakan, Anton mengatakan, sampai sekarang dia masih merasakan trauma yang mendalam akibat penembakan yang dialaminya di wilayah Ilaga.
Anton mengatakan, dia dihantui dengan suara yang menyerupai tembakan dan membuatnya tak nyaman. Perasaan ini pun membuatnya takut ketika menaiki mobil, bahkan saat sendiri, detik-detik hujan peluru masih terbayang-bayang olehnya.
Setiap terdengar suara yang menyerupai tembakan, acap kali terdapat refleks untuk melindungi diri. Bahkan saat ada suara petir, dia sempat menyangka ada serbuan tembakan.
"Di situ saya trauma, semuanya terasa menghantui."
Editor : Andi Mohammad Ikhbal
Artikel Terkait