JAYAPURA, iNews.id - Demo ricuh mahasiswa di Kota Jayapura menyebabkan tiga orang terluka akibat lemparan batu di kepala. Kericuhan pecah saat massa dari Aliansi Mahasiswa Pemuda Peduli Tanah Adat Papua memaksakan kehendak melakukan long march di kawasan traffic light Abepura, Rabu (15/10/2025) siang.
Kapolresta Jayapura Kota Kombes Pol Fredrickus WA Maclarimboen mengatakan, awalnya polisi telah memberikan ruang bagi mahasiswa untuk menyampaikan aspirasi dengan tertib. Namun massa justru bertindak di luar kesepakatan dengan menduduki pertigaan traffic light Abepura.
“Sudah kami berikan ruang untuk menyampaikan aspirasi, namun massa aksi tetap berkeras untuk lakukan long march yang diawali dengan menduduki pertigaan traffic light Abepura,” ujar Fredrickus dikutip dari iNews Sorong Raya, Rabu (15/10/2025).
Aksi kemudian memanas setelah massa melempari batu ke arah aparat. Petugas yang mencoba menenangkan situasi akhirnya menembakkan gas air mata sesuai standar operasional prosedur (SOP) untuk membubarkan massa yang mulai anarkis.
Dalam aksi anarkistis tersebut, dua mobil dinas Polri rusak berat dan satu unit mobil milik PDAM Kota Jayapura dibakar. Tiga orang mengalami luka di bagian kepala akibat lemparan batu, dua di antaranya anggota Polri dan satu warga sipil penjual bakso keliling.
“Aksi pelemparan batu oleh massa yang mulai anarkis kemudian dibalas sesuai SOP dengan menembakkan gas air mata. Massa semakin brutal, melakukan pengrusakan terhadap mobil dinas Polri dan membakar mobil milik PDAM Kota Jayapura,” katanya.
Ketiga korban langsung dilarikan ke rumah sakit terdekat untuk mendapatkan perawatan medis akibat luka dan pendarahan serius di kepala.
Fredrickus menduga demo ricuh mahasiswa di Jayapura itu bukan terjadi secara spontan, melainkan telah dirancang dengan matang oleh sejumlah provokator.
“Dari hasil negosiasi sebenarnya sudah disepakati massa bergeser ke lingkaran atas. Namun ada provokator yang memaksakan kehendak. Aksi hari ini memang modus mereka untuk ciptakan bentrok dengan aparat,” ucapnya.
Kapolresta menegaskan, Polri tidak pernah membatasi masyarakat dalam menyampaikan aspirasi, selama dilakukan secara damai dan tidak merusak fasilitas umum.
“Silakan sampaikan aspirasi, tapi jangan ganggu aktivitas masyarakat. Long march tidak pernah menjadi solusi, yang ada hanya pengrusakan dan kerugian bagi banyak orang,” katanya.
Editor : Donald Karouw
Artikel Terkait