JAYAPURA, iNews.id - Keluarga Gubernur Papua Lukas Enembe mengadu ke DPR Papua terkait penetapannya sebagai tersangka kasus dugaan gratifikasi oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Mereka membawa surat permohonan kepada DPR Papua.
Surat ini dibawa Diaz Gwijangge selaku Ketua Koalisi Rakyat Papua (KRP) bersama keluarga Lukas Enembe, perwakilan Suku Lani dan Gereja GIDI. Mereka diterima Wakil Ketua 1 DPR Papua Yunus Wonda didampingi Ketua Kelompok Khusus DPR Papua Jhon NR Gobai dan anggota Komisi I DPR Papua Las Nirigi di ruang kerja Wakil Ketua I DPR Papua, Senin (3/9/2022).
Surat permohonan ini ditandatangani Diaz Gwijangge, keluarga gubernur diwakili Katies Enembe, anggota DPD Helina Murib, dan Presiden GIDI Dorman Wandigbo. Isi surat terkait sikap keluarga Lukas Enembe yang tidak mengizinkan gubernur dibawa keluar oleh KPK.
"Sehubungan dengan adanya upaya panggilan paksa terhadap anak kami Lukas Enembe sesuai penetapan tersangka oleh KPK beberapa waktu lalu untuk disidik, izinkan kami menyampaikan pandangan hukum adat kami, Pak Lukas Enembe belum bisa keluar dari rumah karena adat kami tak mengizinkan orang sakit, anak-anak dan perempuan 'berperang'," tulis isi surat tersebut.
Dias mengatakan, maksud kata perang dalam surat tersebut yakni untuk melakukan pembelaan terhadap Gubernur Lukas Enembe dari tuduhan yang dialamatkan kepadanya.
"Begitulah adat kami menilai permasalahan ini secara sebenar-benarnya tanpa ada maksud lain, apa pun. Sehingga sebanyak 40 orang yang sudah bersedia mati untuk mempertahankan adat kami, akan mempertahankan harga diri adat kami dalam menyikapi masalah ini," katanya.
Diaz Gwijangge menuturkan, keluarga akan mempersilahkan Lukas Enembe keluar rumah setelah sembuh dan bisa diperiksa. Dia menampik hal itu sama sekali ini bukan melawan aparat atau menghalang-halangi penegakan hukum. Apalagi melawan negara.
Menurutnya, Lukas Enembe sudah 20 tahun lebih mengabdi kepada Merah Putih sebagai PNS dan kepala daerah. Dia berharap pandangan hukum adat dijembatani DPR sebelum adanya jatuh korban karena adanya ketidakpahaman di antara orang adat yang memegang teguh adatnya dan pandangan kekuasaan hukum modern.
"Sambil dokter independen dipersilakan mendiagnosis keadaan sakit anak kami Lukas Enembe, yang sejujurnya agar masalah ini menjadi terang benderang dan jelas," katanya.
Surat tersebut juga ditembuskan kepada KSAD, Pangdam XVII/Cenderawasih, Kapolda Papua, Ketua Komnas HAM, Komnas HAM Perwakilan Papua, Komandan Korem 172/PWY, Komandan Kodim Jayapura dan Komandan Koramil Muaratami.
Usai pertemuan, Diaz Gwijangge mengaku jika sampai saat ini masih ada unsur pemaksaan dan membangun narasi luar biasa terhadap Lukas Enembe dengan tujuah menjatuhkan mental. Apalagi Lukas Enembe bukan sekadar gubernur, tetapi juga kepala suku.
"Ini pembunuhan karakter dan kami tidak terima sebagai keluarga. Beliau sebagai pengayom bagi orang Papua seluruhnya. Kami tidak terima itu, hak pribadinya harus dihargai," kata Diaz.
Apalagi narasi yang disebarkan seolah-olah Lukas Enembe sakit dibuat-buat. Hal ini sangat tidak diterima keluarga. Padahal, negara tahu jika Lukas Enembe sudah sakit 3 tahun lalu. Bahkan sampai struk 4 kali.
"Beliau dibilang mangkir dari panggilan KPK dengan alasan sakit. Itu bukan dibuat-buat, tapi nyata karena sekian tahun beliau memang sakit dan orang tahu itu," ucapnya.
Sementara itu, Wakil Ketua I DPR Papua Yunus Wonda mengaku telah menerima aspirasi dari Koalisi Rakyat Papua for Lukas Enembe. Dia mengatakan akan ditindak lanjuti sesuai dengan mekanisme. Yang jelas, aspirasi ini sudah dibawa ke Jakarta dan diserahkan ke sejumlah pihak.
"Hari ini kami terima aspirasi terkait dengan kesehatan Pak Gubernur Lukas Enembe. Kita bicara tentang kemanusiaan dan masyarakat semua berharap kenapa beliau mau diperiksa dalam kondisi yang tidak sehat," kata Yunus.
Editor : Donald Karouw
Artikel Terkait