Danjen Kopassus Brigjen TNI Prabowo Subianto di Papua saat Operasi Mapenduma pada 1996. Salah satu prajuritnya ketika itu, Serka Bayani, anggota Kopassus yang merupakan putra asli Papua. (Foto: Instagram/Prabowo Subianto).

JAKARTA, iNews.id - Kopassus mencuri perhatian dunia saat misi operasi pembebasan sandera di Mapenduma, Papua tahun 1996. Nama Prabowo Subianto pun melesat yang ketika itu menjabat sebagai Danjen Kopassus dengan pangkat Brigadir Jenderal.

Namun tak banyak yang tahu, kesuksesan misi ini tak lepas dari peran putra daerah yang menjadi prajurit TNI. Mereka menjadi pencari jejak keberadaan para sandera yang ketika itu ditahan Organisasi Papua Merdeka (OPM) pimpinan Kelly Kwalik.

Di antara prajurit putra daerah tersebut ada salah satu bernama Serka Bayani. Dia merupakan anggota satuan elite Kopassus yang dalam misi tersebut menjadi pemimpin Tim Kasuari.

Namanya disebut Prabowo dalam buku biografinya berjudul ‘Kepemimpinan Militer : Catatan dari Pengalaman Letjen TNI (Purn) Prabowo Subianto’

“Dia terkenal di Kopassus. Orangnya tenang, berani, memiliki kemampuan luar biasa dalam menembak dan memiliki kemampuan membaca jejak,” ujar Prabowo yang kini menjabat sebagai Menteri Pertahanan dalam bukunya, dikutip Jumat (4/11/2022).

Putra Begawan Ekonomi Soemitro Djojohadikusumo ini menceritakan, Serka Bayani dalam operasi di Papua tidak menggunakan sepatu. Dia juga memilih menggunakan celana pendek.

Bayani bisa menginfiltrasi musuh. Ini karena musuh kerap terkecoh karena Bayani dianggap bagian dari mereka. Dalam aksinya, Serka Bayani berhasil menewaskan beberapa musuh dan merebut 3-4 pucuk senjata dalam sekali operasi.

“Secara keseluruhan, Beliau berhasil merebut lebih dari 100 puncuk senjata dari tangan musuh,” katanya.

Operasi Mapenduma berlangsung selama 130 hari, mulai 8 Januari 1996 hingga 9 Mei 1996. Berawal dari laporan penculikan Tim Lorentz 95 oleh kelompok OPM di Desa Mapenduma, Distrik Nduga, Jayawijaya. Para sandera ini merupakan sekelompok peneliti dari Biological Sciences Club dari Universitas Nasional (Unas) Jakarta dan Emmanuel College dari Cambridge University. Mereka sedianya meneliti flora dan fauna di pegunungan serta budaya masyarakat di Papua. 

Prabowo yang ketika itu menjabat sebagai Danjen Kopassus kemudian membentuk tim inti pembaca jejak yang terdiri atas pasukan Kopassus dan Kodam Cenderawasih. Mereka semua putra daerah.

Tim pembaca jejak ini kemudian dinamai Kasuari yang dipimpin langsung Serka Bayani. Tugasnya menembus ke daerah paling sulit.

Operasi Mapenduma ini memang sangat sulit karena lokasi penyanderaan di tengah hutan. Terlebih di tahun itu TNI belum memiliki satelit, drone dan pesawat pengintai yang baik. Bahkan, peta topografis skala 1:50.000 tak ada. Yang ada hanya peta tangan.

Dihadapkan pada kondisi tersebut, insting Prabowo mengarahkannya untuk bertanya kepada orang yang mengenal daerah tersebut. Di situlah dia memanggil Serka Bayani. 

Prabowo lantas menjelaskan titik koordinat yang disebut Inggris dengan menggunakan teknologi itu. Apa kata Bayani?

Menurut Prabowo, ucapan Bayani tidak akan pernah dilupakannya bahkan setelah puluhan tahun. Dengan logat Papua, prajurit Kopassus itu memberi penjelasan.

“Bapak, jangankan Kelly Kwalik, monyet pun tidak mau tinggal di situ. Tidak ada air di situ. Bapak, bagaimana sekian puluh orang berada di atas (gunung) tanpa air,” ucapnya ditirukan Prabowo.

Penjelasan itu pun menjadi dasar bagi Prabowo untuk menentukan langkah selanjutnya. Mantan Pangkostrad ini memutuskan untuk menyerang di enam titik sesuai hasil kajian tim intelijen.

Pendeknya, Operasi Mapenduma berhasil membebaskan sandera. Kendati demikian, operasi itu bukan tanpa cacat. Dari 26 sandera, dua orang meninggal dunia tewas terbunuh.


Editor : Donald Karouw

BERITA POPULER
+
News Update
Kanal
Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik Lebih Lanjut
MNC Portal
Live TV
MNC Network