JAKARTA, iNews.id - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengumumkan penetapan tersangka Bupati Mimika Eltinus Omaleng (EO). Dia ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan korupsi terkait pembangunan Gereja Kingmi Mile 32 di Mimika, Papua.
Eltinus ditetapkan sebagai tersangka bersama dua orang lainnya, yakni Kepala Bagian Kesra pada Setda Kabupaten Mimika, Marthen Sawy (MS) dan Direktur PT Waringin Megah (PT WM), Teguh Anggara (TA). Ketiga tersangka diduga telah merugikan negara Rp21,6 miliar.
"Akibat perbuatan para tersangka mengakibatkan timbulnya kerugian keuangan negara setidaknya sejumlah sekitar Rp21,6 miliar dari nilai kontrak Rp46 miliar," kata Ketua KPK, Firli Bahuri saat konferensi pers di kantornya, Jalan Kuningan Persada, Jakarta Selatan, Kamis (8/9/2022).
Dari hasil korupsi proyek pembangunan Gereja Kingmi Mile 32 tersebut, Eltinus Omaleng diduga mendapat jatah senilai Rp4,4 miliar.
"Dari proyek ini EO diduga turut menerima uang sejumlah sekitar Rp4,4 miliar," terangnya.
Dalam perkara ini, Eltinus diduga melakukan persekongkolan jahat dengan Teguh Anggara terkait proyek pembangunan Gereja Kingmi Mile 32. Eltinus dan Teguh sepakat adanya pembagian fee untuk keduanya. Dengan perincian, Eltinus menerima fee 7 persen sedangkan Teguh 3 persen.
Setelah adanya kesepakatan jahat tersebut, Eltinus kemudian memerintahkan anak buahnya, Marthen, untuk memenangkan perusahaan Teguh dalam lelang proyek Gereja Kingmi Mile 32. Padahal, saat itu kegiatan lelang proyek belum diumumkan.
"Setelah proses lelang dikondisikan, MS dan TA melaksanakan penandatangan kontrak pembangunan Gereja Kingmi Mile 32 dengan nilai kontrak Rp46 Miliar," sambung Firli.
Lebih lanjut, kata Firli, untuk pelaksanaan pekerjaan, Teguh mensubkontrakkan seluruh pekerjaan pembangunan Gereja Kingmi Mile 32 ke beberapa perusahaan lain. Salah satunya, yaitu PT Kuala Persada Papua Nusantara (KPPN) tanpa adanya perjanjian kontrak dengan pihak Pemkab Mimika.
Dalam perjalanannya, progres pembangunan Gereja Kingmi Mile 32 tidak sesuai dengan jangka waktu penyelesaian sebagaimana kontrak, termasuk adanya kurang volume pekerjaan. Padahal, pembayaran pekerjaan telah dilakukan.
"Seluruh perbuatan para tersangka dimaksud bertentangan dengan ketentuan Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 tentang pengadaan barang dan jasa pemerintah," ujar Firli.
Atas perbuatannya, para tersangka disangkakan melanggar Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Editor : Rizky Agustian
Artikel Terkait