JAYAPURA, iNews.id - Tiga mahasiswa Papua di Selandia Baru turut memberi perhatian terhadap kasus dugaan korupsi yang menjerat Gubernur Papua Lukas Enembe. Mereka menggelar aksi damai di depan Kantor Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) di Selandia Baru.
Roy Towolom, Engky Weya, dan Ruben Soa berpandangan, pengusutan kasus Lukas Enembe tidak mencerminkan lembaga antirasuah yang independen. Sebab, ketiganya menilai ada unsur politis dalam penetapan Lukas Enembe sebagai tersangka.
"Kami memandang KPK Dalam menetapkan status tersangka gratifikasi Rp1 miliar, yang melibatkan Gubernur Lukas Enembe dinilai menyimpang dari sifat hukumnya yang independen. Ada kecurigaan intervensi kekuasaan dari lembaga negara lain yang mengandung unsur politik dengan mengkriminalisasikan Gubernur Lukas Enembe," kata Roy Towolom dalam keterangannya, Senin (3/10/2022).
Mereka menyatakan, penetapan Tersangka Lukas Enembe terkesan terburu-buru dan tanpa melalui proses penyelidikan dan pemeriksaan saksi.
"Sesuai yang disyaratkan oleh ketentuan hukum acara pidana. Hal ini dianggap telah melanggar asas praduga tak bersalah yang merupakan ketentuan hukumnya dan merugikan hak hukum yang menjamin bapak Lukas Enembe sebagai warga negara Indonesia. Setelah penetapan status tersangka atas dugaan gratifikasi satu miliar oleh KPK. Harusnya sesuai aturan, sebelum penetapan tersangka, dilakukan pemeriksaan dahulu atau klarifikasi terhadap yang bersangkutan," jelasnya.
Dia juga mencurigai pengungakapan kasus ini diintervensi langsung oleh Menko Polhukam Mahfud MD. Dikatakan, hal ini terlihat pada saat penyampaian kepada media beberapa waktu lalu di Jakarta.
Ditambah lagi, Mahfud MD dalam kesempatan tersebut menyebutkan dugaan-dugaan lain bukan sesuai pro justicia.
"Belakangan terlihat ada intervensi langsung oleh Menkopolhukam Bapak Mahmud MD. Bahkan dalam jumpa pers tersebut yang dipimpin oleh Menkopolhukam menyampaikan dugaan korupsi yang ditujukan kepada Gubernur Papua menambah dengan mengumumkan nilai uang dan nama seorang Lukas Enembe sebagai temuan dan fakta hukum, sebelum melakukan proses penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan terhadap Tindak Pidana Korupsi. Menurut kami ini point intervensinya," ungkapnya.
Sementara itu, Engky Weya menyampaikan, tuduhan-tuduhan terhadap Lukas Enembe bukan hanya sekali terjadi. Namun tuduhan serupa juga terjadi beberapa kali selama Lukas Enembe menjabat sebagai Gubernur Papua dua periode.
"Lukas Enembe, beberapa kali sebelumnya sudah pernah mengalami tuduhan melakukan tindak pidana korupsi, namun tuduhan-tuduhan tersebut tidak terbukti. Tidak hanya pada dugaan korupsi, namun ada juga upaya penunjukkan pelaksana harian gubernur Papua pada bulan July 2021, oleh Menteri Dalam Negeri saat Gubernur Lukas Enembe sedang berobat di Luar Negeri," ucap Engky Weya.
Atas hal-hal tersebut, Ruben Soa mengatakan pihaknya yakin dugaan kriminalisasi tersebut benar adanya dan dimungkinkan atas dasar politik.
"Dengan melihat semua peristiwa-peristiwa ini, kami menganggap cukup beralasan untuk memandang bahwa, penetapan Lukas Enembe sebagai tersangka kasus gratifikasi oleh KPK diduga sebagai upaya kriminalisasi yang dilakukan oleh pihak-pihak lain untuk kepentingan tertentu," ucapnya.
Atas ini, mahasiswa Papua di Selandia Baru menyampaikan beberapa poin tuntutan yang diharapkan menjadi bahan pertimbangan KPK.
"Pertama KPK menghentikan proses penyidikan terhadap Gubernur Papua, Lukas Enembe, jika kasus ini benar diintervensi oleh pihak lain. Poin ini dipandang sangat penting untuk pertimbangan asas kepentingan umum, karena sudah ada pergerakan masyarakat Save Lukas Enembe di Papua," tandas Ruben.
"Kemungkinan pergerakan masyarakat bisa saja meningkat di Papua, karena gubernur Papua Lukas Enembe telah dianggap sebagai seorang Tokoh oleh sebagian besar rakyat Papua, dan itu sudah terlihat dari beberapa waktu yang lalu," imbuhnya.
Kemudian apabila proses penyidikan tetap dilakukan, mahasiswa Papua di luar negeri berharap proses pemeriksaannya dilakukan dengan mengedepankan asas-asas hukum yang telah ditentukan, tanpa ada intervensi dari lembaga negara lainnya untuk menghindari akibat buruk mengganggu kesatuan bangsa.
"Kami beberapa mahasiswa Papua di Selandia Baru akan terus bersuara jika hak-hak hukum dan hak-hak konstitusi rakyat dan pemimpin di Papua terus dipermainkan oleh pihak-pihak yang tidak bertanggungjawab," tegas dia.
Editor : Rizky Agustian
Artikel Terkait