Kisah Pilu Operasi Kopassus di Papua, Banyak Prajurit Gugur karena Tenggelam dan Hilang di Hutan
JAKARTA, iNews.id - Kopassus sejak awal didirikan telah banyak mencatat sejarah keberhasilan dalam operasi-operasinya. Namun, keberhasilan itu juga memakan banyak korban dari prajurit Korps Baret Merah ini, salah satunya saat operasi pembebasan Papua yang dulu disebut Irian Barat.
Dalam operasi di hutan belantara Papua pada 1962 tersebut, banyak prajurit Kopassus gugur. Tragisnya, ada yang gugur dalam posisi tergantung di pohon dan beberapa orang lainnya tenggelam di rawa-rawa. Para prajurit yang dulu disebut Resimen Para Komando Angkatan Darat (RPKAD) ini tenggelam karena ransel yang dibawa terlalu berat, mencapai 30 kilogram.
Peristiwa memilukan ini terjadi di bawah kepemimpinan Kapten Leonardus Benyamin (LB) Moerdani atau dikenal Benny Moerdani. Meski dianggap berhasil menekan Belanda, operasi perintis ini harus dibayar mahal. Operasi tidak berjalan sesuai rencana karena data intelijen dinilai minim, penggunaan peta tidak akurat dan medan operasi yang berat.
Dalam buku berjudul “Benny Moerdani yang Belum Terungkap” diceritakan, Operasi Naga tersebut dirancang oleh Benny Moerdani yang saat itu masih berusia 29 tahun. Kepala Staf Operasi Tertinggi Mayor Jenderal TNI Ahmad Yani ketika itu tidak punya pilihan karena tak seorang pun perwira senior yang berani memimpin operasi ini.

Misi operasi cukup berat. Para prajurit Kopasssu harus menggagalkan rencana Belanda mendirikan "negara boneka" di Papua. Operasi ini juga merupakan perwujudan dari Tri Komando Rakyat (Trikora) yang diumumkan Presiden Soekarno pada 19 Desember 1961. Ketika itu, Indonesia hendak memperkuat diplomasi dalam perundingan dengan Belanda di Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB).
Saat itu, Brigjen TNI (Purn) Aloysius Benedictus Mboi yang masih berpangkat Letnan Satu menceritakan bagaimana operasi itu digelar. Di hadapan pasukan Naga di Pulau Seram, Panglima Mandala Mayor Jenderal Soeharto ketika itu mengatakan penerjunan prajurit cukup berisiko.
"Sebentar lagi saudara-saudara akan berangkat untuk diterjunkan di daerah Merauke dalam rangka operasi merebut Irian Barat. Dua tim sebelum kalian sudah diterjunkan beberapa minggu lalu sampai hari ini tidak ada kontak dengan mereka," kaat Ben Mboi mengenang ucapan Soeharto kalau itu, dikutip dari buku biografi “Kepemimpinan Militer: Catatan dan Pengalaman Letnan Jenderal TNI (Purn) Prabowo Subianto”
Bahkan, dia blak-blakan mengatakan, kemungkinan prajurit yang akan diterjunkan tidak kembali lebih dari 50 persen.
"Saya beri waktu tiga menit, kalau ada di antara kalian yang ragu-ragu, yang tidak mau berangkat silakan keluar barisan," katanya.
Tepat pukul 03.00 dini hari, 23 Juni 1962 sebanyak 213 prajurit Kopassus diterjunkan dari tiga pesawat C-130 Hercules di atas Merauke, Papua. Pilot TNI AU sudah berusaha terbang serendah mungkin agar saling berdekatan. Namun, tiba-tiba angin bertiup kencang sehingga para penerjun terpencar. Penerjunan memakai parasut statis jenis D1 buatan Rusia itu menjadi kacau.
Kondisi semakin diperparah karena peta yang digunakan tidak akurat. Akibatnya, Pasukan Naga ini diterjunkan 30 Km lebih ke arah utara dari dropping zone yang ditentukan. Kondisi Papua yang masih gelap gulita membuat para penerjun tidak mengetahui kondisi hutan di bawahnya. Tidak sedikit penerjun yang tersangkut di pohon dengan ketinggian 30-40 meter. Akibatnya, mereka kesulitan untuk turun, apalagi tali yang disediakan hanya 20 meter.

Ben Mboi mengatakan, saat itu, dia tersangkut di pohon dengan ketinggian 10 meter. Dia akhirnya berhail turun dengan selamat dengan berbagai upaya. Dia juga harus berpencar dengan anggota lainnya.
"Saya melepaskan diri dari ikatan payung terjun dengan menggunakan pisau dan memakai tali untuk terun. Beberapa gugur tergantung dan beberapa orang lainnya juga gugur tenggelam di rawa-rawa karena ransel terlalu berat," ucapnya.
Dia mengatakan, dalam operasi itu, peta yang mereka gunakan masih peta lama buatan 1937. Tujuan Benny Moerdani sebenarnya pantai selatan Irian Barat yang lebih dekat ke pusat pertahanan Belanda.
Meski penerjunan tidak sesuai rencana, Kapten Benny Moerdani berhasil mengonsolidasikan pasukannya sebanyak 60 orang pada hari kedua. Mereka dalam kondisi siap tempur karena memiliki komandan, radio, cadangan amunisi dan logistik yang cukup, pasukan Naga kemudian bergerilya.
Benny Moerdani kemudian memimpin pasukan Korps Baret Merah sedangkan Kapten Soepeno memimpin pasukan Baret Hijau (Raiders 530). Namun, saat operasi baru dimulai, Benny dikejutkan dengan siaran dari radio Australia yang menyiarkan ada tiga pesawat Hercules yang menerjunkan pasukan di Merauke. Bahkan, radio tersebut menyebutkan jumlah pasukan dan nama-nama pemimpinnya termasuk Benny Moerdani. "Operasi rahasia ini bocor," kata Benny.
Dalam buku berjudul “Kopassus untuk Indonesia” Jili II diceritakan, perjalanan pasukan Naga menuju pusat pertahanan Belanda di Merauke menemui banyak rintangan. Tidak hanya alam tapi juga harus bertempur dengan Koninklijke Mariniers, pasukan elite Belanda.
Pertempuran sengit salah satunya terjadi pada 28 Juni 1962. Dua perahu motor Belanda tiba-tiba menyerang pasukan Benny Moerdani di Sungai Kumbai. Namun Benny dan pasukannya berhasil memukul mundur dua perahu motor tersebut. Sayangnya, dalam kontak senjata tersebut dua anggotanya bernama Kopral Emin dan Prada Hardjito gugur.
Sahabat dekat Benny Moerdani, Agus Hernoto, bahkan harus kehilangan kedua kakinya dalam operasi pembebasan tersebut. Agus mengalami cacat seumur hidup setelah kakinya diamputasi karena luka tembak.
Pertempuran sengit antara pasukan Naga dengan tentara Belanda di belantara hutan Papua terus terjadi. Bahkan, Belanda sempat mengumumkan untuk siapa saja yang bisa meringkus hidup atau mati Kapten Benny Moerdani akan diberi hadiah 500 gulden. Upaya penangkapan berkali-kali tidak berhasil.
"Yang dipakai Benny adalah strategi kucing. Kalau bertemu ya bertempur. Kalau tidak ya kucing-kucingan. Tujuan kami sebagai umpan supaya Belanda memecah konsentrasi pasukannya yang di Biak dan terbukti berhasil," kata Ben Mboi.
Operasi Naga akhirnya berakhir dengan ditandai New York Agreement pada 15 Agustus 1962. Amerika Serikat memaksa Belanda menyerahkan Irian Barat ke Indonesia. Belanda menyerah karena menyadari tidak akan menang berperang melawan Indonesia.
Dari seluruh pasukan Naga yang diterjunkan, Kopassus mencatat delapan prajuritnya gugur karena jatuh di rawa, seorang terbunuh penduduk setempat, seorang gugur karena sakit dan tujuh orang lainnya hilang. Di tengah keterbatasan tersebut, pasukan Kopassus mampu mengikat 500 tentara Belanda yang harus didatangkan dari Biak untuk mempertahankan Merauke.
Sementara Ben Mboi menyebut, korban gugur Operasi Naga tercatat sebanyak 36 orang dan 20 orang hilang. ”Kalau dipresentasikan kurang lebih 25 persen lebih baik dari yang diperkirakan Soeharto,” kata Ben Mboi.
Editor: Maria Christina