JAYAPURA, iNews.id – Aiptu Muhammad Naufal Saefudin menjadi salah satu Bhayangkara Pembina Keamanan dan Ketertiban Masyarakat (Bhabinkamtibmas) teladan peraih pin emas Kapolri pada 2019 karena berhasil membina anak muda yang tergabung dalam Sekolah Sepak Bola (SSB) Bhayangkara Numbay. Kini, dia juga terjun dan aktif melayani pasien Covid-19.
Pria kelahiran Raja Ampat, Papua Barat, 22 April 1975 ini mendapat kepercayaan dari pimpinannya untuk bergabung dalam Tim Unit Reaksi Cepat (URC) Corona Virus Disease 2019 (Covid-19) Polresta Jayapura. Aiptu Naufal yang sehari-hari bertugas di Kelurahan Imbi, Distrik Jayapura Utara, Kota Jayapura, sebagai Bhabinkamtibmas ini bergabung bersama 10 orang rekan lainnya.
Bersama sejumlah perwakilan satker, Aiptu Naufal yang merupakan perwakilan dari satuan kerja (Satker) Binmas Polresta Jayapura Kota bertugas membantu Pemerintah Kota Jayapura dalam menangani dan mencegah penyebaran corona.
Ada sejumlah kisah mengharukan saat Aiptu Naufal menangani berbagai pasien corona. Salah satunya saat laki-laki berdarah Ternate, Maluku Utara, ini hendak menjemput jenazah yang diduga terpapar virus corona atau Covid-19, di salah satu perumahan di Distrik Abepura, Kota Jayapura.
Saat itu, Aiptu Naufal yang pernah bertugas di Polsek Sarmi bersama Tim URC menerima laporan bahwa ada warga yang meninggal. Karena itu, mereka perlu memeriksa penyebab kematiannya dengan membawa ke rumah sakit terdekat. Selanjutnya, tim harus melakukan pemulasaraan dan mengebumikan jenazah seusai protokol kesehatan Covid-19.
“Namun, ketika sampai di lokasi, keluarga dan warga tidak mau jenazah tersebut dievakuasi ke rumah sakit. Mereka menolak dengan beragam alasan dan juga tidak ingin menanganinya,” kata Aiptu Naufal, yang menjabat sebagai Kepala Unit Bin Tibmas Sat Binmas Polresta Jayapura Kota, Kamis (20/8/2020).
Aiptu Naufal mengatakan, bertugas sebagai pelayan masyarakat dalam Tim URC Covid-19 Polresta Jayapura juga memerlukan pendekatan humanis. Ini terutama karena dirinya juga bertindak sebagai pemberi informasi tentang virus corona, baik penyebabnya, maupun cara-cara pencegahan sesuai protokol kesehatan yang ditetapkan Kementerian Kesehatan RI.
“Pendekatan humanis dilakukan untuk memberikan pemahaman ihwal penanganan pasien atau jenazah yang diduga terjangkit Covid-19,” katanya.
Panggilan ini dilakoninya berbekal sebagai anggota Bhabinkamtibmas yang bertugas di Kelurahan Imbi, Distrik Jayapura Utara, Kota Jayapura. Dia sudah terbiasa menghadapi warga dengan berbagai latar belakang, sifat dan watak.
“Di sini sempat terjadi negosiasi dengan warga dan keluarga jenazah. Namun saya bersama Tim URC memberikan pandangan dan pemahaman soal pencegahan dan penanganan virus corona hingga mereka mempersilakan untuk membawa ke rumah sakit, untuk pemulasaran dan dikuburkan,” katanya.
Kisah lainnya tak kalah mengoyak nurani suami dari Nuraeni Yuliana Rapar. Kala itu, dia akan menjemput salah satu pasien atau warga Distrik Jayapura Selatan, yang sedang bertamu di keluarganya di salah satu kawasan perumahan di Distrik Jayapura Utara, Kota Jayapura.
Warga ini dinyatakan reaktif setelah mengikuti tes cepat. Karena itu, warga harus diisolasi mandiri di salah satu hotel ternama di Kota Jayapura yang telah ditunjuk oleh Gugus Tugas Covid-19. Ketika warga melihat petugas yang datang dengan pakaian lengkap atau alat pelindung diri (APD) guna penanganan pasien corona, sempat terjadi keributan.
Aiptu Naufal sempat mengira akan ada perlawanan terhadap Tim URC. Namun, hal yang terjadi justru sebaliknya. Warga sekitar mengecam pasien tersebut dengan kata atau kalimat yang kurang pantas di hadapan tim dan disaksikan sejumlah sanak keluarga.
“Kami melihat bahwa amarah warga seperti sanksi sosial yang diberikan kepada pasien corona, padahal siapa saja bisa terjangkit virus ini. Pasien itu sebenarnya tidak tahu kalau dia terjangkit, tapi mau bagaimana kami sebagai petugas harus menjemputnya sesuai protap agar penyebaran virus tidak meluas,” katanya.
Hal yang tak kalah sedih lainnya, ketika hendak pulang ke rumah usai melaksanakan tugas kemanusiaan tersebut. Perasaan khawatir terus menghantui jika dirinya menjadi pembawa virus bagi keluarga yang menanti dengan cemas.
Untuk mengantisipasi hal itu, Aiptu Naufal dan kawan-kawan yang tergabung dalam Tim URC harus membersihkan diri atau mandi di kantor. Mereka juga meminta tolong kepada anak atau saudara di rumah agar datang membawa pakaian ganti ke kantor. Setelah itu, mereka baru bisa kembali ke rumah dengan wajah lelah.
“Ketika sampai di depan rumah, saya pun harus cuci tangan dan kembali mandi lagi guna memastikan tidak membawa virus kepada keluarga. Padahal anak-anak dan istri biasanya menyambut dengan senyuman dan pelukan, tapi sejak bertugas di Tim URC, ini tak dilakukan lagi,” katanya.
Dia juga menaruh simpati pada pasien dan keluarganya yang dilayani. Ketika itu mereka bersama Tim UP2KP dari Provinsi Papua hendak mengambil jenazah pasien corona, tetapi dilema. Sebab, aparat tingkat RT/RW saja dilarang mengambil pasien oleh keluarganya.
Di sisi lain aparat-aparat RT/RW juga ketakutan untuk menanganinya. Sebagai anggota Tim URC, mereka harus bisa meyakinkan keluarga dan warga setempat, agar pasien tersebut dirawat di rumah sakit terdekat yaitu Rumah Sakit Bhayangkara.
“Inilah konsekuensi tugas. Di antara rekan-rekan lainnya, saya yang berlatar belakang Binmas harus bisa memberikan pemahaman dan pencerahan soal penanganan pasien corona, caci maki itu sudah menjadi santapan saya tiap kali ke TKP bersama rekan-rekan. Namun, semua itu kami hadapi dengan ikhlas karena ini tugas kemanusiaan,” katanya.
Editor : Maria Christina
Artikel Terkait