Saat mencoba melawan, VW mengaku justru diancam menggunakan relasi kekuasaan.
“Dia bilang dia teman Kapolres, teman Wakapolres, teman pejabat. Dia bilang nanti saya yang dilapor ke polisi,” ujar VW.
Ancaman tersebut, kata VW, kerap digunakan untuk membungkamnya.
Dia juga mengaku telah berulang kali mendatangi Polres Raja Ampat, namun laporannya disebut tidak ditangani serius.
“Polisi bilang bapak ada kegiatan, sibuk. Kita harus jaga nama baik,” katanya.
VW menyebut pelaku sempat ditahan, namun kembali dibebaskan dengan alasan tugas dinas. Selain kekerasan seksual, korban juga mengaku mengalami kekerasan fisik berat.
“Kalau saya tidak layani, saya dipukul pakai kabel, saya disetrum, saya diancam. Ini bukan sekali dua kali,” katanya.
Di akhir kesaksiannya, VW hanya menyampaikan satu harapan sederhana.
“Saya hanya mau hidup bebas dan hukum bapak saya sesuai undang-undang di negara Indonesia ini,” katanya.
Kuasa hukum korban dari LBH Kasih Indah Papua, Yance Dasnano, menegaskan bahwa perkara ini merupakan kejahatan seksual berat. Dia menyebut kasus tersebut tidak boleh ditunda penanganannya.
“Ini kejahatan seksual berat, dilakukan ayah kandung sendiri, sejak korban berumur lima tahun. Ini kriminal murni,” ujar Yance.
Menurutnya, pelaku dapat dijerat Pasal 76D jo Pasal 81 UU Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak.
Ancaman hukumannya mencapai 15 tahun penjara dengan pemberatan sepertiga karena dilakukan oleh orang tua kandung.
Selain itu, pelaku juga berpotensi dijerat UU PKDRT Nomor 23 Tahun 2004 serta Pasal 289, 290, dan 294 ayat (1) KUHP.
LBH Kasih Indah Papua memastikan akan membawa kasus ini ke tingkat lebih tinggi jika tidak ada langkah tegas.
“Kalau hari ini tidak ada tindakan, kami akan lapor ke Polda Papua Barat Daya, Komnas Perempuan, Kompolnas, dan Ombudsman,” ujar Yance.
Editor : Donald Karouw
Artikel Terkait