Tembagapura dipotret dari ketinggian. Wilayah ini berada di lembah Mulkini lereng Gunung Zaagkam yang secara administratif masuk Kabupaten Mimika. (Foto: PTFI).

TEMBAGAPURA, iNews.id - Jika Yogyakarta terbuat dari rindu, sudah sepantasnya Tembagapura tercipta dari hujan dan syahdu. Di kota terpencil ini, jangan berharap dapat lama-lama menatap awan biru. Sebab, langit jernih bisa cepat berselimut mendung kelabu, mengantarkan lirih gerimis dan hawa dingin menusuk kalbu.

Terlalu puitis? Begitulah faktanya. Tembagapura, distrik (kecamatan) di Kabupaten Mimika, Papua Tengah memang nyaris tak pernah lepas dari hujan. Berada di lembah Mulkini lereng Gunung Zaagkam pada ketinggian sekitar 2.000 meter dari permukaan laut (mdpl), kota satelit ini selalu berhias cuaca dingin dan cucuran air langit sepanjang tahun.  

Nuansa itu pula yang dirasakan iNews.id ketika menikmati Tembagapura selama lima hari pada 15-18 Agustus lalu. Umumnya, pagi suasana cerah. Sinar matahari leluasa menyiram hamparan ‘kota di atas awan’ yang dibangun PT Freeport Indonesia (PTFI) ini, menjadikan panorama alam terlihat sangat mengagumkan.

Dari kompleks senior guest house PTFI, hutan lebat kehijauan mewarnai tebing-tebing gunung. Deret-deret permukiman karyawan dan perkantoran dengan atap merah bata atau kuning terang, juga lalu-lalang bus kota unik, terekam lensa mata dengan jelas. 

Namun menjelang siang, semua pemandangan itu bisa ‘sirna’. Langit mulai buram. Semakin lama kian gelap kemudian disusul rintik hujan. Hutan hijau mulai tertutup kabut. Begitu pula area kota tampak samar. 

Tak pelak nuansa syahdu menguar. Antara hujan, keheningan, dan angin nan atis. Cuaca Tembagapura seperti terpola. Jika pagi atau siang cerah, lazimnya sore atau malam yang akan berhias gemricik air. Bisa juga sebaliknya.

“Curah hujan di Tembagapura sekitar 12.000 milimeter per tahun, salah satu yang tertinggi di dunia,” kata Presiden Direktur PTFI Tony Wenas, Jumat (16/8/2004).

Kabut tebal menyelimuti Distrik Tembagapura, Kabupaten Mimika, Papua, menjelang maghrib, Jumat (16/8/2024). Kota kecil nan indah yang dibangun PT Freeport Indonesia ini hampir saban hari diguyur hujan. (Foto: iNews.id/Zen Teguh)

Pada Oktober 2018, Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) bersama PTFI menancapkan papa nama bertuliskan "The Wettest Place on Earth" (tempat terbasah di bumi) di mile post 50 Tembagapura. 

Stasiun Pemantau curah hujan MP50 berada pada koordinat 4,28 derajat LS, 137 derajat BT dan ketinggian 617 meter di atas permukaan laut. Stasiun MP50 merupakan salah satu dari 12 stasiun pemantau cuaca otomatis yang dikelola oleh PTFI dan setiap tahun dikalibrasi oleh BMKG.

Sebagai gambaran, pada laman Weather Crave, perkiraan suhu Tembagapura rata-rata berkisar antara 15-19 derajat Celcius selama Agustus. Pada malam hari, suhu turun hingga 14 derajat. Cuaca didominasi hujan dengan potensi petir.

“Kalau sekitar Jakarta ada Bogor sebagai kota hujan, di sini ada Tembagapura,” canda Mario, salah satu karyawan PTFI.

Dibangun Freeport

Kehadiran Tembagapura tak lepas dari keberadaan PT Freeport Indonesia. Kota ini dibangun sebagai konsekuensi atas dimulainya penambangan tembaga, emas dan perak di dataran tinggi Mimika. Mula-mula di Ertsberg atau gunung bijih. Dalam bahasa suku Amungme, masyarakat adat setempat, Ertsberg disebut Yelsegel Ongopsegel.

Merunut sejarah, Freeport juga tak tiba-tiba datang ke Papua. Semua bermula ketika pada 1936 AH Colijn, FJ Wissel dan geolog Jean-Jacques Dozy dari Belanda melakukan ekspedisi Cartenz. Mereka merupakan kelompok luar pertama yang mencapai gunung gletser Jayawijaya dan menemukan Ertsberg. Data mengenai batuan ini lantas dibawa ke Belanda. Pada 1963 ekspedisi lanjutan ke Ertsberg dilakukan oleh Forbes Wilson dan Del Flint.

Mantan menteri perindustrian mendiang AR Soehoed menceritakan, di awal pemerintahan Soeharto, lahir Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1967 tentang Penanaman Modal Asing. Beleid ini merupakan terobosan besar sebagai langkah menggenjot perekonomian di tengah kondisi negara yang masih serba terbatas.

Lahirnya UU PMA ditangkap pemimpin Freeport-McMoran Inc kala itu, Langbourne Williams. Dia ingin menggarap proyek Ertsberg. William lantas bertemu Julius Tahija yang semasa Orde Lama memimpin Caltex. Setelah itu dia bertemu Menteri Pertambangan dan Perminyakan Ibnu Sutowo.

“Hasil pertemuan itu Freeport mendapatkan izin operasional pada 1967 melalui perjanjian kontrak karya pertama yang berlaku 30 tahun sejak mulai beroperasi pada 1973,” kata Soehoed dalam tulisannya, “Sejarah Pengembangan PT Freeport Indonesia”.


Editor : Kastolani Marzuki

Halaman Selanjutnya
Halaman :
1 2 3
BERITA POPULER
+
News Update
Kanal
Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik Lebih Lanjut
MNC Portal
Live TV
MNC Network