Burung Cenderawasih salah satu hewan khas Papua yang sudah hampir punah. (Foto : Antara)

SORONG, iNews.id - Burung cenderawasih merupakan satwa endemik dari daerah paling Timur Indonesia, yaitu Papua. Burung ini mendapat julukan 'Bird of Paradise atau burung surga' karena keindahannya.

Habitat asli burung ini terdapat di dataran rendah. Hal yang paling menonjol dari burung ini yakni memiliki bulu-bulu indah, khususnya pada jantan. Burung cenderawasih beragam ukurannya 15 cm-110 cm, sesuai dengan spesiesnya.

Di Kabupaten Raja Ampat, Papua Barat selain memiliki pemandangan alam bawah laut indah juga mempunyai hutan dengan beragam satwa endemik. Data pemerintah, setidaknya ada 258 spesies burung, termasuk enam dari 10 jenis burung endemik Papua, di kawasan hutan Raja Ampat. 

Di sini terdapat burung cendrawasih botak (Cicinnurus respublica), cendrawasih merah (Paradisaea rubra), maleo waigeo (Aepypodius bruijnii), raja ampat pitohui (Pitohui cerviniventris), cekakak pita kofiau (Tanysiptera ellioti)) dan kehicap kofiau (Monarcha julianae) yang tinggal di kawasan hutan Raja Ampat.

Burung-burung cendrawasih yang indah selain menarik para pencinta burung, fotografer dan pencinta alam juga menjadi incaran pemburu. Para pemburu dulu sering menangkap burung-burung tersebut untuk mengawetkan dan menjualnya ke kolektor.

Ketua Kelompok Tani Hutan Warkesi Alvian Sopuiyo mengatakah, dia dulu juga pernah memburu burung cendrawasih untuk mengawetkan kemudian menjualnya.

"Dulu saya sering memburu burung cendrawasih merah untuk dijual mati, (diawetkan) menggunakan bahan pengawet formalin," katanya.

"Saya sudah tidak ingat dan hitung berapa banyak burung cendrawasih saya tembak mati dengan senapan angin untuk dijual. Namun yang saya ingat, terakhir saya beli formalin 20 liter habis terpakai untuk mengawetkan burung cendrawasih agar bisa dijual," katanya.

Menurut Alvian, satu awetan burung cendrawasih bisa dijual dengan seharga Rp500.000. Nilai yang tidak sedikit bagi dia.
Namun memburu dan menjual burung dilindungi membuat hidup Alvian tidak tenang. Dia selalu merasa dikejar-kejar dan dia sering kali harus bersembunyi untuk menghindari polisi dan petugas balai konservasi. 

"Selain itu saya merasa berdosa karena banyak orang berupaya kampanye melindungi cenderawasih untuk anak cucu di masa-masa mendatang, sedangkan saya berburu untuk mendapatkan uang sesaat," katanya.

Merangkul untuk Melindungi

Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam Papua Barat berupaya menjaga kelestarian burung endemik dengan merangkul warga sekitar Dalam upaya melestarikan burung-burung endemik, BKSDA Papua Barat memfasilitasi pembentukan
Kelompok Tani Hutan Warkesi dan pengembangan wisata pengamatan burung cendrawasih merah di Hutan Warkesi.

Kelompok Tani Hutan Warkesi dilibatkan dalam pengelolaan area hutan wisata seluas 300 hektare di kawasan penyangga Cagar Alam Waigeo Barat.

Ketua Kelompok Tani Hutan Warkesi Alvian Sopuiyo mengatakan, kegiatan wisata pengamatan burung cendrawasih dilakukan sejak awal tahun 2018. Kegiatan wisata pengamatan burung itu mendatangkan pemasukan bagi Kelompok Tani Hutan Warkesi. 

Setiap pengunjung yang akan masuk ke kawasan hutan untuk mengamati burung cendrawasih harus membayar Rp250.000 dan uangnya masuk ke Kelompok Tani Hutan Warkesi.

Menurut Alvian, sejak kegiatan wisata dibuka pada tahun 2018 sampai tahun 2021 setidaknya ada 1.000 wisatawan dari dalam dan luar negeri yang datang untuk menyaksikan aksi cendrawasih di Hutan Warkesi.

Meski pendapatan dari kegiatan wisata tidak besar, Alvian merasa senang dan tenang karena bisa mendapatkan uang tanpa harus berkejaran dan bersembunyi dari polisi dan petugas konservasi.

Kegiatan wisata pengamatan burung di Hutan Warkesi telah membuat pemburu burung seperti Alvian beralih pekerjaan.
Mereka yang sebelumnya memburu burung sekarang mendukung upaya konservasi burung cendrawasih dan pengembangan hutan wisata

"Masyarakat kelompok KTH Warkesi sebanyak 30 kepala keluarga (anggotanya), memilih merawat kawasan dengan melakukan patroli secara rutin serta bertani untuk bertahan hidup," kata Alvian.

Alvian mengaku tertarik mendukung kegiatan konservasi dan pariwisata setelah menerima ajakan dari pemandu wisata pengamatan burung Edwin Dawa mengikuti sosialisasi mengenai konservasi satwa liar.

"Sekarang ini satu cendrawasih yang menari di kawasan Hutan Warkesi bisa dinikmati oleh orang dari berbagai bagian dunia," ycaonya.

Selain menjalankan upaya konservasi, Kelompok Tani Hutan Warkesi bekerja sama dengan pemilik penginapan dan resor di Raja Ampat untuk mempromosikan wisata pengamatan burung di Hutan Warkesi.

Edwin mengatakan, di Hutan Warkesi wisatawan bisa mengamati cendrawasih merah, cendrawasih botak dan jenis burung yang lain seperti kakatua jambul kuning, kakatua raja, nuri dan maleo waigeo.

Dia menjelaskan, berbeda dengan cendrawasih merah yang bisa dilihat pada pagi dan sore hari di kawasan Hutan Warkesi, cendrawasih botak liar jarang terlihat.

Pendampingan

Kepala Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam Papua Barat Budi Mulyanto pada 8 November 2021 mengatakan, anggota Kelompok Tani Hutan (KTH) Warkesi juga dilibatkan dalam kegiatan patroli untuk menjaga kawasan hutan.

"Kegiatan Smart Patrol ini penting karena masyarakat kelompok KTH sendiri yang melakukan patroli yang didampingi BBKSDA sehingga mereka semakin peduli terhadap hutan yang dikelola," ucapnya.

Selain itu, BKSDA membantu KTH Warkesi mengembangkan kegiatan usaha pendukung kegiatan pariwisata seperti usaha pembuatan suvenir dan usaha kuliner.

"Jika perekonomian masyarakat kelompok KTH meningkat, mereka akan tetap konsisten menjaga kawasan hutan yang menjadi sumber kehidupan mereka," kata Budi Mulyanto.

Selain BBKSDA Papua Barat, lembaga konservasi Flora Fauna Internasional (FFI) Program Raja Ampat juga mendukung upaya konservasi burung cendrawasih yang dijalankan oleh Kelompok Tani Hutan Warkesi. 

Manajer Program FFI Raja Ampat Andhy Priyo Sayogo pada 6 November 2021 mengatakan, lembaganya menyelenggarakan pelatiha pemandu wisata pengamatan burung bagi anggota KTH Warkesi.

Selain itu, FFI melatih anggota KTH melakukan patroli dan memantau populasi burung cendrawasih merah endemik Raja Ampat bersama BBKSDA Papua Barat.

Tasliman mengatakan, BBKSDA Papua Barat memantau populasi burung cenderawasih merah endemik Raja Ampat secara berkala. Pemantauan dilakukan dengan metode sampling pada titik pengamatan tertentu di Hutan Waigeo. 

Berdasarkan hasil pengamatan di Cagar Alam Waigeo Barat, Tasliman mengatakan dalam lima tahun terakhir ada tren peningkatan populas burung cendrawasih merah. 

Menurut dia pada tahun 2015 dan 2016, hanya ditemukan 10 burung cendrawasih merah di area seluas 1u hektare yang menjadi sasaran pengamatan.

Jumlah burung cendrawasih merah yang ditemukan di area pengamatan seluas satu hektare pada tahun 2017 bertambah menjadi 11 dan kemudian bertambah menjadi 15 pada tahun 2018 dan 2019.

Dia berharap masyarakat Raja Ampat terus menjaga kelestarian hutan Warkesi dan burung cendrawasih yang dijuluki
sebagai burung surga karena keindahannya.


Editor : Donald Karouw

BERITA POPULER
+
News Update
Kanal
Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik Lebih Lanjut
MNC Portal
Live TV
MNC Network