Cerita Jenderal TNI Pernah Kecewa Berat Dimutasi, Cita-Citanya Jadi Prajurit Hebat Kopassus Gagal
Kiki pun berangkat ke Denpasar, Bali, Marka Kodam Udayana. Pada Januari 1972, dia bertolak ke Kupang, Nusa Tenggara Timur (NTT), setelah menerima penempatan di Batalyon 743 Kupang.
Di Kupang, dia ditempatkan sebagai komandan peleton mortir kompi bantuan yang bermarkas di Oeba, Kupang. Di sana, dia hanya bertugas empat bulan.
Kiki lalu dimutasi pada Mei 1972 ke Sumba Timur. Jabatannya Komandan Peleton I Kompi Senapan A yang bermarkas di Waingapu. Penugasan itu memberikan pengalaman yang nyata baginya di sebuah satuan tempur dan membuat bangga.
“Sebagai perwira muda, penuh idealisme, memiliki anak buah, kebanyakan mereka berusia lebih tua dari saya dan berasal dari berbagai daerah, Flores, Sumba, Rote, Lombok, Bali, Jawa. Saya merajut tugas itu dalam derap semangat bergelora,” kata Kiki mengenang momen itu.
Kiki pun merasa, di Waingapu, cita-citanya untuk berkiprah di satuan tempur benar-benar menjadi kenyataan. "Melalui satuan ini, saya tumpahkan semua keinginan, semangat dan idealisme sebagai komandan peleton tempur,” kata Kiki.
Semua terasa sesuai rencananya. Namun, pada akhir 1974, Kiki merasa jalan menuju cita-citanya terusik dan pupus. Dia menyebutnya sebagai entakan kecil yang kurang menyenangkan dalam karier ketentaraannya.
Kiki mendapat tugas baru. Dia dipindahkan ke Komando Distrik Militer (Kodim) Atambua, yang terletak di Pulau Timor, tidak jauh dari perbatasan Indonesia dan Timor Portugis.
“Spontan saya kecewa. Bagi saya berdinas di kodim berarti siap mengemban tugas di satuan teritorial, bukan satuan tempur. Ini tentu saja jauh bergeser dari impian saya untuk berkiprah di satuan tempur. Karena itulah mutasi itu terasa menyesakkan dan sulit diterima,” katanya.
Editor: Maria Christina