Kondisi Terkini di Yalimo Papua Masih Mencekam usai Kerusuhan, Ratusan Warga Mengungsi
YALIMO, iNews.id – Kondisi terkini di Kabupaten Yalimo, Papua Pegunungan masih mencekam pascakerusuhan massa yang terjadi, Selasa (16/9/2025). Tim gabungan Polda Papua dan TNI tampak masih berjaga-jaga di pusat kota Elelim. Seratusan warga memilih mengungsi untuk menghindari potensi bentrokan lanjutan.
Kerusuhan yang diduga dipicu ucapan rasis terhadap seorang pelajar itu terjadi Selasa (16/9/2025) sekitar pukul 08.00 WIT di SMA Negeri 1 Yalimo, Elelim. Kondisi itu langsung meluas menjadi bentrokan serta aksi pembakaran sejumlah fasilitas umum dan bangunan warga.
Menurut informasi yang dihimpun iNews, dugaan ucapan bernuansa rasis itu dilontarkan oleh seorangm pelajar kepada pelajar lainnya. Insiden tersebut memicu bentrokan antara pelajar dan warga, yang kemudian berkembang menjadi kerusuhan.
Dalam insiden itu, beberapa fasilitas penting menjadi sasaran amuk massa. Bangunan SMA Negeri 1 Yalimo, kios warga, rumah dinas kesehatan, Mess Polres Yalimo, serta kantor Komisi Pemilihan Umum (KPU) Yalimo dilaporkan hangus terbakar. Hingga berita ini diturunkan, jumlah korban jiwa tercatat tiga orang dan empat luka-luka. Tiga di antaranya, prajurit Kopassus.
Berdasarkan informasi awal, keributan dipicu oleh perkelahian dua siswa yang duduk satu meja. Peristiwa kecil itu berkembang menjadi pertikaian lebih besar yang menyeret kelompok masyarakat. Namun, isu bernuansa rasis yang beredar di tengah masyarakat belum dapat dipastikan kebenarannya.
Kabid Humas Polda Papua, Kombes Pol Cahyo Sukarnito menekankan, pihak kepolisian dan pemerintah masih fokus meredam konflik agar tidak terjadi gesekan lanjutan. “Jangan mudah terpancing emosi atau provokasi yang bisa memperkeruh suasana,” katanya.
Ucapan bernada rasisme bukan kali pertama memicu konflik di tanah Papua. Insiden serupa pada tahun 2019 juga meninggalkan trauma mendalam bagi masyarakat. Luka historis tersebut masih terasa hingga kini, dan menjadi faktor yang memperburuk ketegangan sosial di wilayah yang rawan konflik.
Editor: Kastolani Marzuki