get app
inews
Aa Text
Read Next : Sesepuh Pesantren Buntet Cirebon Dukung Penuh Gelar Pahlawan Nasional Soeharto

Sejarah Panjang Freeport Keruk Emas di Papua hingga Kembali Dikuasai RI

Sabtu, 05 November 2022 - 13:46:00 WIT
Sejarah Panjang Freeport Keruk Emas di Papua hingga Kembali Dikuasai RI
Sejarah panjang PT Freeport Indonesia hingga akhirnya dikuasai RI. (Foto : Ist)

JAKARTA, iNews.id - Perusahaan pertambangan PT Freeport Indonesia memiliki sejarah panjang di Indonesia, khususnya Tanah Papua. Setelah hampir setengah abad, Freeport akhirnya dikuasai Pemerintah Indonesia melalui PT Inalum (Persero) sebagai pemegang saham mayoritas sebesar 51,2 persen.

Kisah awal Freeport perusahaan asal Amerika mengeruk emas dimulai dengan penandatanganan kontrak dengan pemerintah Indonesia saat itu pada tahun 1967. Ini menjadi kontrak pertama negara dengan perusahaan asing.

Namun semua dimulai jauh sebelum itu, dikutip dari Real History Archives dalam artikel yang berjudul JFK, Indonesia, CIA & Freeport Sulphur yang ditulis Lisa Pease pada 1996, Freeport yang mendominasi gunung emas Papua sejak 1967 ternyata telah memulainya sejak beberapa tahun sebelumnya.

Freeport awalnya bernama Freeport Sulphur. Pada 1959 silam, ketika terjadi pergantian kekuasan di Kuba, Freeport menghadapi masalah dan nyaris bangkrut sebab pemimpin Kuba Fidel Castro menasionalisasikan seluruh perusahaan asing di negerinya.

Di tengah situasi yang tidak pasti tersebut, pada Agustus 1959 Direktur Freeport Sulphur Forbes Wilson bertemu dengan Managing Director East Borneo Company Jan van Gruisen, yang merupakan perusahaan tambang di Kalimantan Timur.

Dalam pertemuan, Gruisen menceritakan soal laporan yang ditulis Jean Jacques Dozy mengenai sebuah gunung yang disebut Ertsberg atau Gunung Tembaga di Papua Nugini, Irian Barat.

Laporan tersebut menyebutkan di wilayah itu terdapat gunung penuh bijih tembaga. Bahkan, kandungan bijih tembaga yang ada di sekujur tubuh Gunung Ertsberg terhampar di atas permukaan tanah.

Wilson pun antusias dan langsung melakukan survei atas Gunung Ertsberg. Dalam surveinya, Wilson tidak hanya menemukan bijih tembaga tetapi ternyata Gunung Ertsberg penuh bijih emas dan perak.

Freeport memutuskan meneken kontrak eksplorasi dengan East Borneo Company pada 1 Februari 1960. Namun, nyatanya terjadi perubahan eskalasi politik di Indonesia, khususnya Irian Barat.

Hubungan Indonesia dan Belanda memanas. Bahkan Soekarno, Presiden Indonesia saat menempatkan pasukan militer di Irian Barat. Perjanjian kerja sama antara East Borneo Company dan Freeport pun kembali mentah.

Pemerintahan AS saat itu dikuasai John F Kennedy (JFK) justru membela Indonesia dan mengancam akan menghentikan bantuan Marshall Plan kepada Belanda jika tetap mempertahankan Irian Barat.

Belanda saat itu membutuhkan bantuan untuk membangun kembali negaranya pascakehancuran Perang Dunia II sehingga terpaksa hengkang dari Irian Barat. Para petinggi Freeport pun geram, terlebih saat mendengar JFK menawarkan paket bantuan ekonomi kepada Indonesia sebesar USD11 juta dengan melibatkan International Monetary Fund (IMF) dan World Bank.

Pada 22 November 1963, JFK terbunuh dan Soekarno pun kehilangan sekutu terbaiknya di Barat. Kebijakan luar negeri AS berubah cepat setelah kematian JFK. Presiden Johnson penggantinya secara tiba-tiba membatalkan paket bantuan ekonomi untuk Indonesia yang telah disetujui JFK,

Ternyata, sosok di balik keberhasilan Johnson dalam kampanye pemilihan Presiden AS 1964 yakni Augustus C Long, seorang direksi Freeport.

Soekarno pun lengser dan digantikan Soeharo melalui Surat Perintah 11 Maret (Supersemar) 1966. Kebijakan Pemerintah Indonesia pun berubah, pintu investasi terbuka lebar-lebar.

Ibnu Sutowo (Menteri Pertambangan dan Perminyakan saat itu) membuat perjanjian baru, yang memungkinkan perusahaan minyak untuk menjaga keuntungan lebih besar secara substansial untuk mereka. Kemudian, dilakukanlah pengesahan atas Undang-Undang Nomor 1 tahun 1967 tentang Penanaman Modal Asing (PMA).

Pada 7 April 1967, pemerintah Indonesia melakukan penandatanganan kontrak izin eksploitasi tambang di Irian Jaya dengan Freeport. Tanggal ini juga menjadi hari jadi Freeport. Dengan demikian, Freeport menjadi perusahaan asing pertama yang kontraknya ditanda tangani Soeharto.

Pada 1989, pemerintah Indonesia kembali mengeluarkan izin eksplorasi tambahan untuk 61.000 hektar. Kemudian tahun 1991, penandatanganan kontrak karya baru dilakukan untuk masa berlaku 30 tahun berikut dua kali perpanjangan 10 tahun. Ini berarti kontrak karya Freeport baru akan habis tahun 2041.

Akhirnya, perjuangan separuh abad mulai berbuah. Pada tahun 2018, Pemerintah Indonesia meneken Head of Agreement dengan Freeport, perjanjian awal untuk menguasai kendali Freeport ke pangkuan Indonesia.

Sebelumnya, Presiden Joko Widodo menegaskan perusahaan yang mengeksplorasi kekayaan tambang dan emas di Papua, Freeport telah menjadi milik Indonesia dari sebelumnya dikuasai Amerika Serikat (AS).

"Saya baru saja ke Tembagapura melihat Freeport dan perlu saya sampaikan kepada para senior, para sesepuh, bahwa Freeport sekarang ini mayoritas sudah milik Indonesia, bukan milik perusahaan AS lagi," ujar Jokowi saat meresmikan Kongres XII Legiun Veteran Republik Indonesia (LVRI) dan Munas XI Persatuan Istri Veteran RI (Piveri) di Jakarta, Selasa (11/10/2022) belum lama ini.

Jokowi mengungkapkan enggan meninjau lokasi tambang emas milik Freeport sebelum Pemerintah Indonesia menguasai sebagian besar atau sebanyak 51 persen saham perusahaan tersebut pada Juli 2018.

"Karena sebelumnya kita hanya diberi (dividen) 9,3 persen. Tiga tahun kami bernegosiasi sangat alot sekali dan kita sekarang sudah memegang saham mayoritas 51 persen," kata Jokowi.

Dia juga menjelaskan saat ini sebanyak 98 persen karyawan Freeport  warga negara Indonesia (WNI), yang 40 persen di antaranya masyarakat Papua.

Dengan kepemilikan yang dikuasai Pemerintah Indonesia, saat ini Freeport memberikan keuntungan berlipat ganda kepada Indonesia dibandingkan sebelum divestasi dari Freeport McMoran. Total saat ini sebanyak 70 persen dari pendapatan Freeport menjadi milik pemerintah Indonesia.

"Saat ini kita dapat dividen 51 persen (dari Freeport), pajak lebih besar, PNBP (Penerimaan Negara Bukan Pajak) lebih besar, bea ekspor juga lebih besar. Jadi, 70 persen pendapatan Freeport masuk ke negara," katanya.

Sejarah Freeport di Papua

Expedisi Pertama

1936 - Ekspedisi Cartenz oleh AH Colijn, FJ Wissel dan geolog Jean-Jacques Dozy, merupakan kelompok luar pertama yang mencapai gunung gletser Jayawijaya dan menemukan Ertsberg.
 
1960 - 1969

1963 - Ekspedisi Freeport oleh Forbes Wilson & Del Flint untuk menemukan kembali Ertsberg.

1967 - Penandatangan Kontrak Karya (KK) 1 yang merupakan salah satu pionir PMA pertama untuk jangka waktu 30 tahun setelah beroperasi.
 
1970 - 1979

1972 - Memulai produksi penambangan dan pengolahan bijih. Pengapalan konsentrat dilakukan pada tahun berikutnya.
 
1980 - 1989

1988 - Penemuan cadangan Grasberg.
 
1990 - 1999

1991 - Penandatanganan Kontrak Karya (KK) II, yang merupakan pembaharuan KK I, untuk jangka waktu 30 tahun dengan hak perpanjangan s.d. 2 x 10 tahun.

1995 - Penyelesaian pembangunan kota Kuala Kencana di dataran rendah, suatu fasilitas dan sarana prasarana pendukung operasi produksi penambangan.

1996 - Memulai dana kemitraan 1% dari penjualan perusahaan bagi pengembangan masyarakat lokal yang dikelola institusi masyarakat, tambahan dari program CSR yang dilakukan langsung oleh perusahaan.

1997 - Penyelesaian dan pengoperasian PT Smelting di Gresik Jawa Timur, fasilitas pemurnian yang menghasilkan Katoda Tembaga pertama di Indonesia. Rata-rata 40% produksi konsentrat perusahaan dimurnikan di smelter ini.
 
2000 - 2009

2004 - Memulai investasi proyek pengembangan bawah tanah sebagai kelanjutan dari tambang terbuka Grasberg yang berakhir di tahun 2018. $9 miliar telah diinvestasikan dan tambahan $20 miliar akan diinvestasikan sampai dengan 2041
 
2010 - 2019

2018 - Penandatanganan Ijin Usaha Pertambangan Khusus ( IUPK) yang merupakan perubahan bentuk dan perpanjangan usaha pertambangan sampai dengan 2041. 51,24% saham perusahaan dimiliki oleh pihak nasional Indonesia. Memulai pembangunan tambahan fasilitas pemurnian tembaga dan fasilitas pemurnian logam berharga.

Sumber : PT Freeport Indonesia

Editor: Donald Karouw

Follow Whatsapp Channel iNews untuk update berita terbaru setiap hari! Follow
Lihat Berita Lainnya

iNews.id
iNews Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik lebih lanjut