Berdasarkan hasil pemeriksaan sejumlah saksi, diketahui sebagian besar penggunaan dana hibah tidak dapat dipertanggungjawabkan sesuai aturan yang berlaku.
Erwindi menjelaskan, organisasi KAWAL diketahui sudah tiga kali menerima kucuran dana hibah dalam kurun 2018 hingga 2019.
Penyaluran tahap pertama dilakukan pada 27 April 2018 dengan nilai Rp4 miliar dari APBD Papua Barat.
Selanjutnya tahap kedua pada 11 Desember 2018 sebesar Rp600 juta dari APBD Perubahan Papua Barat, dan tahap ketiga pada 26 Juni 2019 sebesar Rp1,5 miliar bersumber dari APBD Papua Barat 2019.
Dengan demikian total dana hibah yang dikucurkan untuk organisasi KAWAL sebesar Rp6,1 miliar.
Erwindi menyebut upaya pengungkapan dugaan korupsi dana hibah KAWAL Papua Barat ini mengacu pada Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 32 Tahun 2011 tentang Pedoman Pemberian Hibah dan Bantuan Sosial Yang Bersumber Dari APBD.
Dalam aturan itu dijelaskan bahwa pertanggungjawaban dana hibah wajib diserahkan paling lambat tanggal 10 bulan Januari tahun berikutnya.
Faktanya, organisasi KAWAL baru melaporkan pertanggungjawaban penggunaan dana hibah tahun anggaran 2018 dan 2019 kepada BPKAD Papua Barat pada 1 Desember 2021.
Selain itu, kata Erwindi, terdapat pula dugaan belanja dan kegiatan fiktif dalam pertanggungjawaban (SPJ) dana hibah organisasi KAWAL Papua Barat serta tidak disertai dengan bukti pendukung yang sah dan lengkap.
Dana hibah senilai Rp6,1 miliar tersebut dialokasikan Pemprov Papua Barat dengan tujuan program pembinaan kesehatan kebidanan, yang meliputi kegiatan pemeriksaan kesehatan hingga ibu melahirkan.
Para pelaku nantinya akan dijerat dengan Pasal 2 ayat (1) dan/atau Pasal 3 UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dan ditambah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang perubahan atas UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Editor : Rizky Agustian
Artikel Terkait