5 Suku Unik di Papua, Masih Pegang Teguh Adat Istiadat Nenek Moyang
4. Suku Muyu
Suku unik di Papua berikutinya Suku Muyu. Suku ini tinggal di sekitar Sungai Muyu di Timur Laut Merauke. Bahasa yang digunakan yakni bahasa Muyu.
Ada dua spekulasi awal tentang asal-usul istilah “muyu”. Diyakini pertama kali muncul pada tahun 1933, ketika pendeta Belanda Petrus Hoeboer memperkenalkannya kepada misi Katolik. Kedua, kata ‘muyu’ diduga berasal dari kata Belanda ‘ok Mui’ atau ‘Sungai Mui’ yang digunakan penduduk setempat untuk menyebut Sungai Kao di barat dan Fly di timur.
Penyebutan itu akhirnya berubah menjadi Muyu. Muyu menyebut diri mereka “Kati”. Artinya, orang yang nyata. Mereka tinggal di pedalaman tetapi memiliki satu alat tukar, yaitu kulit kerang (ot) dan gigi anjing (mindit). Sistem barter Muyu unik dan luar biasa, dan bahkan hari ini mereka membangun hubungan yang lebih dari sekedar “penjual dan pembeli”. Hubungan mereka sebagai teman sering membuat mereka sangat dekat.
Mata pencaharian utama mereka adalah berburu, menangkap ikan, beternak babi dan anjing, serta memproduksi sagu. Masyarakat Muyu tidak mengenal pemimpin tertinggi (ketua) baik dalam kehidupan sosial maupun keagamaan. Ciri-ciri Muyu adalah individualisme, seperti mengunjungi kerabat, melakukan transaksi bisnis, mengunjungi makam kerabat, menagih utang, menjalankan bisnis dan memperoleh kekuatan gaib. Penyakit dan kematian selalu dianggap sebagai akibat dari ilmu sihir.
Suku Muyu percaya pada kekuatan tertinggi yang menciptakan hewan, tumbuhan dan sungai. Mereka juga percaya jiwa orang mati masih terhubung dengan yang hidup. Salah satu kekuatan gaib yang mereka percayai adalah “Komot”, salah satu roh terpenting dalam mitologi Muyu. Komot bukanlah manusia atau roh (tawat) orang yang meninggal.
5. Suku Amungme
Suku Amungme adalah salah satu suku dataran tinggi Papua. Amungme memiliki tradisi bertani dan berburu keliling. Mereka mendiami beberapa lembah yang luas di distrik Mimika dan Puncak Jaya antara pegunungan tinggi lembah Tsinga, Hoeya, dan Noema serta lembah-lembah yang lebih kecil yaitu lembah Bella, Alama, Aroanop, dan Wa. Sebagian menetap di lembah Beoga serta dataran rendang Agimuga dan kota Timika.
Amungme terdiri dari dua kata ‘amung’ yang berarti ‘kepala’ dan ‘mee’ yang berarti ‘orang’. Menurut legenda, Amungme berasal dari daerah Pagema di Wamena (Lembah Beleim). Berasal dari kota Kurima yang berarti tempat berkumpulnya orang dan Hitigima yang berarti tempat nenek moyang orang Amungme pertama kali membuat madu dari alang-alang, mereka percaya dan tinggal di utara dan selatan pegunungan tengah yang selalu tertutup salju yang disebut nemangkawi (anak panah putih).
Suku Amungme percaya bahwa mereka adalah penakluk, penguasa, dan pewaris Kerajaan Amungme dari tangan Nagawan Into (Tuhan). Amungme juga memiliki bahasa simbolik yang disebut Aro-a-kal. Ini adalah bahasa isyarat yang paling sulit untuk dipahami dan dikomunikasikan, seperti halnya Teboacal, bahasa isyarat yang hanya digunakan di daerah yang dianggap suci.
Itulah suku unik di Papua yang masih berpegang teguh pada adat istiadat nenek moyang mereka.
Editor: Donald Karouw