Kisah Desmon Tutu, Pastor Penentang Apartheid dan Penjajahan Israel di Palestina
Begitu juga kecintaan Tutu pada negeri yang memiliki Baitul Muqaddas, bukan karena keiginan membela Yerusalem atau umat Nasrani di sana, namun lebih pada membela kemanusiaan.
Inilah yang menjadikan Tutu menjadi figur ideal yang membela kemanusiaan, anti penindasan dan kolonialisme .
Perjuangan Desmon Tutu dengan semangat pembumian teologi Ubuntu (kemanusiaan) hampir serupa dengan perjuangan Ali Asghar Enggineer yang mengusung teologi pembebasan di India.
Tutu menilai bahwa keselamatan manusia adalah anugerah dari Tuhan. Bukan hasil usaha manusia sendiri. Orang yang selamat adalah siapapun yang terhubung secara mutualis dengan Tuhan. Karenanya, baik penindas maupun orang yang ditindas tidak mencapai status sebagai manusia sempurna.
Teologi Ubuntu ini digunakan oleh Desmon Tutu untuk menentang realitas yang terjadi. Akibat paham apartheid, penindasan merajalela di Afrika Selatan.
Apartheid menjauhkan manusia dari keserupaan dengan Tuhan. Ideologi rasis ini mengarahkan manusia menggunakan kekuasaan untuk menindas. Sehingga penindaslah yang memiliki kuasa untuk menentukan keberadaan pihak lain, bukan Tuhan.
"Teologi Ubuntu inilah yang juga disuarakan oleh Desmon Tutu di Palestina. Sebagai wujud kecintaanya pada Palestina, tokoh kelahiran Klerksdorp, Afrika Selatan, tahun 1931 ini sempat mengunjungi Palestina dan Israel," katanya.
"Dia langsung tersadar dengan segala peristiwa mengerikan di Palestina, pengusiran paksa, penghancuran rumah, kontrol ketat atas setiap gerakan massa, perampasan tanah untuk pembangunan rumah orang-orang Yahudi, serta pembatasan pemilikan tanah orang Palestina," terangnya.
Editor: Nur Ichsan Yuniarto