Kisah Desmon Tutu, Pastor Penentang Apartheid dan Penjajahan Israel di Palestina
Dia menulis: “Sabtu yang lalu, di Cape Town, terjadi peristiwa besar. Orang-orang berkumpul, tua muda, muslim, Kristen, Yahudi, Hindu, Buddis, agnostif, ateis, hitam, putih, merah dan hijau, sebagai satu kesatuan yang mengharapkan bangsa yang bersemangat, toleran, dan multikultural. Saya meminta massa itu untuk bersenandung bersama saya: 'Kami menentang ketidakadilan penjajahan ilegal di Palestina. Kami menentang diskriminasi dan pembunuhan di Gaza. Kami menentang kekerasan yang dilakukan semua pihak. Tapi, kami tidak menentang orang-orang Yahudi.,” (Haaretz, 26 Desember 2021).
"Dari sini, pelajaran penting dari Desmond Mpilo Tutu adalah bahwa perjuangan membela Palestina merupakan perlawanan terhadap pemerintahan Israel. Bukan umat agama Yahudi, bukan pula orang-orang Yahudi,"katanya.
Selain itu, Desmond Tutu menyerukan perlawanan terhadap kekerasan dengan jalan non-kekerasan. Ia sendiri menulis: "Tolong kencangkan tali perlawanan terhadap kekerasan dan kebencian dengan mengikuti gerakan tanpa kekerasan demi keadilan bagi semua orang di seluruh negeri."
Ketidaksenangan Desmond Tutu terhadap penjajahan pemerintah Israel, bukan kepada orang Yahudi, juga ada alasannya. Dalam penjajahan selalu ada kapitalisasi binsis dari penjajahan tersebut.
Di seluruh dunia ada sekitar 1,6 juta orang yang mengikuti gerakan Avaaz dan mengkampanyekan anti-korporasi yang mendulang untung dari penjajahan Israel. Antara lain: ABP dari Belanda, Barclays Bank, suplier sistem keamanan G4S milik Bill and Melinda Gates Foundation, perusahaan transportasi Veolia dari Perancis, perusahaan komputer Heelett-Packard, dan suplier bulldozer Caterpillar (Haaretz, 26 Desember 2021).
Editor: Nur Ichsan Yuniarto